METODE PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
A. Pengertian Metode
Dan Macam–Macam Pembelajaran Bahasa.
1. Pengertian metode
Dalam
memberikan pengertian tentang metode, antara satu ahli dengan ahli yang lain
terdapat berbagai macam perbedaan dan variasi. Dalam pengajaran bahasa salah
satu segi yang sering disorot orang adalah segi metode. sukses tidaknya suatu
program pengajaran bahasa sering kali di nilai dari segi metode yang digunakan
sebab metodelah yang menentukan isi dan cara mengajarkan bahasa.
Metode
menurut Marasudin Siregar berasal dari perkataan ”Meta” dan “Hodos”,
Meta berarti melalui dan Hodos berarti jalan atau cara, jadi metode berarti
tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.[1]
Metode
menurut Sudjana adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik–baik untuk
mencapai suatu maksud. Metode mengandung unsur prosedur yang disusun secara
teratur dan logis serta dituangkan dalam suatu rencana kegiatan untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian bahwa unsur-unsur metode mencakup prosedur, sistematik
logis, terencana dan kegiatan untuk mencapai tujuan.[2]
Metode
adalah cara yang diatur dan terpikir baik untuk mencapai maksud atau cara kerja
yang bersistem untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan.[3]
|
Metode juga berarti cara yang di dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu makin efektif
pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah sebuah metode
dapat disebut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa
faktor–faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.[4]
Terlepas
dari masalah setuju atau tidak setuju dengan pendapat–pendapat di atas, adalah
suatu kenyataan bahwa setiap saat para guru dihadapkan dengan metode “baru”
atau diminta meninjau kembali metode yang selama ini dipakai karena ada teori
baru atau pendapat baru sebagai hasil penelitian terakhir. Tetapi sayang sekali
ajakan untuk mengadakan pembaharuan sering sekali mendapat tentangan- tentangan
yang tidak ringan karena adanya perbedaan–perbedaan doktriner dan
kesalahpahaman yang terdapat dalam bidang metode mengajar bahasa. Di satu pihak
kita melihat metode lama yang tidak mau menerima pikiran–pikiran baru, di lain
pihak kita melihat metode baru yang menunjukkan “kebaruannya” dengan
serta merta menolak metode lama secara keseluruhan, termasuk ide–ide baik yang
ada di dalamnya [5]
Karenanya
tidak mengherankan kalau di bidang pengajaran bahasa sering terjadi
perubahan–perubahan drastis dari metode A ke metode B, kemudian kembali lagi ke
metode A. hal ini dapat terjadi karena ide-ide baru yang seharusnya merupakan
pengembangan (development) dan perbaikan (improvement) serta
penyempurnaan (perfection) dari ide-ide lama sering kali merupakan
penolakan (rejection) terhadap apa yang telah dicapai sebelumnya. Lapangan
metode mengajar bahasa jadi seperti mode pakaian, sering berganti ganti. Akibat
uni semua, pengertian metode menjadi kabur dan biarpun lapangan pengajaran
bahasa sudah berabad–abad adanya, lapangan ini tidak memiliki rujukan yang
sistematis.
Peninjauan
pengajaran bahasa asing dari segi metodologi dimaksudkan untuk menunjukkan
bagaimana metode yang satu berbeda dengan yang lain, apa-apa yang baru dalam
metode yang dikatakan baru dan apa–apa yang lama dalam metode yang dikatakan
lama. Disamping itu ditinjau pula secara ringkas perkembangan historis
pengajaran bahasa di dunia serta berbagai macam metode mengajar bahasa yang
pernah diperkenalkan orang.[6]
2. Pendekatan, Metode
dan Teknik
Pendekatan,
metode dan teknik merupakan tiga istilah yang sering dipakai dalam bidang
pengajaran bahasa. Akan tetapi, terasa perlu untuk menghaluskan pengertian tiga
kata tersebut Memang secara awam kita dapat mempergunakannya secara bergantian,
tetapi secara teknik istilah perlu kiranya kita coba menyepakati penghalusan
pengertian..Edward Anthony, ketua Departemen Linguistic di Universitas
Pittsburgh Amerika, telah memberikan satu usul pembedaan tiga istilah ini
secara cermat.[7]
Secara
profesional konsepsi–konsepsi tentang pengajaran bahasa sudah selayaknya kalau
dinyatakan dengan istilah–istilah yang tepat dan dapat disetujui oleh semua
pihak yang bergerak dalam bidang yang sama. Dalam rangka mencapai tujuan inilah
perlu dibedakan antara istilah pendekatan (approach), metode dan teknik.
a. Pendekatan
Trio
pendekatan, metode dan teknik mempunyai hubungan secara hirarki. Hubungan ini
menggambarkan bahwa teknik merupakan suatu hasil dari metode yang selalu
konsisten dengan pendekatan. Bagi Anthony pendekatan merupakan suatu aksioma,
sesuatu yang baku, dan tidak dapat lagi
di bantah akan kebenarannya. Ia mengatakan: “I view an approach – any
approach – as a set of correlative assumptions dealing with the nature of
language teaching and learning“. Pendekatan merupakan salah satu latar
belakang filosofis mengenai pokok bahasan yang hendak diajarkan.[8]
Approach
menyatakan pendirian, filsafat, keyakinan, yaitu sesuatu yang diyakini tetapi
tidak mesti dapat dibuktikan. Approach terdiri dari serangkaian asumsi mengenai
hakekat bahasa dan pengajaran bahasa serta belajar bahasa. Misalnya saja asumsi
dari aural–oral Approach yang menyatakan bahwa bahasa itu adalah apa yang kita
dengar dan ucapkan sedangkan tulisan hanyalah representasi dan ujaran. Asumsi
yang berhubungan dengan pengajaran dan belajar bahasa, misalnya ialah bahwa
aspek menyimak dan bercakap-cakap (listening and speaking) harus
diajarkan lebih dulu sebelum aspek membaca dan menulis (reading and writing).[9]
b. Metode
Metode
merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan
bahasa, tak ada bagian-bagiannya yang saling bertentangan, dan semuanya
berdasarkan pada asumsi pendekatan. Pendekatan ini bersifat aksiomatik dan
metode bersifat prosedural.
Dalam satu
pendekatan bisa terdapat banyak metode. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
presentasi/penyajian bahasa teratur bagi para pelajar. Mengajarkan bahasa
Inggris kepada orang Indonesia akan berbeda dengan mengajarkan bahasa Inggris
kepada orang Cina. Juga tujuan pengajaran bahasa menentukan pula metode dan
presentasi pengajaran bahasa, seperti untuk membaca, untuk berbicara lancar,
atau untuk terjemahan.
Pendekatan
aural-oral biasanya dibarengi dengan metode pengajaran mim-mem dan
pattern-practice atau latihan tubian. Dalam pengajaran bahasa kita telah
mengenal berbagai macam metode. Prof. Mackey telah mendaftarkan kurang lebih
ada 15 macam metode pengajaran bahasa.[10]
c. Teknik
Teknik
merupakan usaha pemenuhan akan metode dalam pelaksanaan pengajaran bahasa dalam
kelas. Teknik bersifat implementasionil artinya apa yang sesungguhnya terjadi dalam
kelas atau kata muluknya “strategi” untuk mencapai sasaran. Teknik harus
konsisten dengan metode dan karena itu tidak boleh bertentangan dengan
approach. Teknik ini merupakan satu kecerdikan (yang baik), satu siasat atau
satu ikhtisar yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan secara langsung.
Teknik
bergantung pada guru, kebolehan pribadi, dan komposisi kelas. Seseorang guru
sering malu apabila ia dikunjungi oleh beberapa orang, ia takut bahwa para
pengunjung akan salah paham tentang siasat, ikhtiar, dan kecerdikan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuannya secara langsung.
Umpamanya,
untuk menerangkan makna kantuk/ngantuk seorang guru mendemonstrasikan sikap
kantuk di dalam kelas. Untuk membedakan bunyi /i/ dari /r/ seorang guru
mempergunakan pensil untuk menghalangi lidah menyentuh gusi. Jika lidah
menyentuh gusi, maka akan terjadi bunyi /i/.
Laboratorium
bahasa, kaset, tape recorder, closed circuit television, fotografi, dan semua
peralatan teknik dewasa ini dalam pengajaran bahasa merupakan teknik. Kekompleksian
mesin dewasa ini dalam pengajaran bahasa berdasarkan pada metode dan pendekatan
yang telah ditentukan.[11]
Pembedaan
istilah pendekatan, metode, dan teknik seperti di atas kiranya akan merupakan
sumbangan dalam rangka menempatkan bidang pengajaran dan pelajaran bahasa dari
tahap eksperimental-empiris menuju tahap ilmiah.
B. Pengertian Bahasa
Inggris, Fungsi dan Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode-Metode Pembelajaran Bahasa
Inggris
1. Pengertian bahasa
Inggris
Bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci
penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa
diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, membuat keputusan yang bertanggung jawab pada
tingkat pribadi dan sosial, menemukan serta menggunakan kemampuan-kemampuan analisis
dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk
berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Pengertian berkomunikasi dimaksudkan
adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa
tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan
berwacana.[12]
2. Fungsi dan tujuan
Dalam konteks pendidikan, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk
berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi, dana dalam konteks sehari-hari,
sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar informasi serta
menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris.
Mata pelajaran
bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai berikut:
a.
Mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis. Kemampuan
berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis
(writing).
b.
Menumbuhkan kesadaran
tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing
untuk menjadi alat utama belajar.
c.
Mengembangkan pemahaman
tentang saling keterkaitan antar bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala
budaya. Demikian siswa memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam
keragaman budaya.
3. Ruang lingkup
Ruang lingkup
mata pelajaran bahasa Inggris meliputi:
a.
Ketrampilan berbahasa,
yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
b.
Sub-kompetensi yang
meliputi kompetensi tindak bahasa, linguistik (kebahasaan),
sosiokultural, strategi dan kompetensi usaha.
c.
Pengembangan sikap yang
positif terhadap bahasa Inggris sebagai alat komunikasi.
4. Macam-macam metode-metode
pembelajaran bahasa Inggris
Tiap-tiap pelajaran mempunyai metode atau
cara pengajaran tersendiri, disesuaikan dengan pelajaran atau materi yang
disampaikan. Dalam pengajaran bahasa Inggris terdapat berbagai macam metode
atau cara penyajian atau teknik pengajaran bahasa Inggris, diantaranya adalah;
a. Metode
Grammar-Translation
Metode Grammar translation bukanlah metode
baru.Metode ini mempunyai banyak nama, tetapi telah banyak digunakan oleh guru bahasa selama
bertahun-tahun. Dulu metode ini disebut metode klasik sejak pertama kali
digunakan dalam pengajaran bahasa klasik
seperti Latin dan Yunani (chastain,1988). Pada awal abad ini, metode ini
digunakan untuk membantu siswa dalam membaca dan mengapresiasi literatur bahasa
asing.[13]
Menurut guru yang menggunakan metode
Grammar-Translation tujuan fundamental mempelajari bahasa asing adalah agar
dapat membaca literatur tertulis dalam
bahasa asing tersebut. Untuk melakukannya, siswa perlu mempelajari aturan tata
bahasa dan kosa kata dari bahasa yang menjadi target. Sebagai tambahan banyak
orang yakin bahwa mempelajari bahasa asing akan membantu meningkatkan otak
mereka.
Peran guru dalam metode ini sangat
tradisional, guru adalah otoritas di ruang kelas. Siswa melakukan apa yang
diperintahkan guru sehingga mereka dapat belajar dari pengetahuan guru.
Karakteristik dari proses belajar mengajar
dalam metode Grammar Translation yaitu sesuai diajarkan untuk
menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sering kali apa yang mereka
terjemahkan adalah materi membaca dalam bahasa target (asing) tentang aspek
budaya dari komunitas bahasa target tersebut. Siswa belajar tata bahasa secara
deduktif yakni mereka diberi aturan tata bahasa beserta contohnya kemudian
disuruh menghafalkannya dan kemudian diminta menerapkan aturan tersebut ke
contoh lainnya. Mereka juga mempelajari paradigma tata bahasa sebagai kata
kerja konjugasi, mereka menghafal bahasa asli mereka seperti halnya menghafalkan bahasa target.
Adapun evaluasi metode ini yaitu test
tulis diberikan kepada siswa untuk diterjemahkan dari bahasa mereka ke bahasa
target, atau sebaliknya. Sering digunakan pertanyaan tentang budaya dari bahasa
target atau pertanyaan untuk menerapkan aturan tata bahasa juga banyak
digunakan.[14]
b. Direct methods
Metode pengajaran dengan direct method
maksudnya adalah bahwa pengajaran bahas Inggris diberikan langsung dengan
menggunakan bahasa target (Inggris). Yaitu langsung menunjuk atau
memperlihatkan benda, gambar, langsung dengan bahas aslinya. Sehingga berdampak
pada penguasaan vocabulary yang banyak dengan menuntut anak untuk
berbicara dalam bahasa target.
Dalam mempraktekkan metode ini harus diperhatikan
prinsip-prinsip dan prosedur yang ada, yaitu:
1) Kelas dibentuk,
dibuat atau disituasionalkan dalam bahasa target.
2) Hanya mengajarkan vocabulary
(kosakata) dan kalimat yang digunakan sehari-hari.
3) Grammar diajarkan secara induktif.
4) Pengajaran diberikan
secara oral/lisan.
5) Vocabulary diajarkan melalui demonstrasi,
menunjukkan objek atau gambar (dengan bahasa asli).
6) Baik percakapan dan
pemahaman bacaan (juga) diajarkan.
7) Ditekankan pada
pembentukan/pengoreksian pronounciation (ucapan) dan grammar
(susunan kata).[15]
Metode ini bagus untuk diterapkan dalam
pengajaran bahasa Inggris, murid dapat mengembangkan kemampuan dan memperkaya
melalui kosakata yang diperolehnya dari percakapan sehari-hari dengan bahasa
asli, tanpa harus membuka kamus, sebab bahasa yang dipergunakan dalam metode
ini adalah bahasa target.
c. Audio Lingual
Yakni suatu metode pengajaran bahas yang bertujuan
melatih pemahaman pendengaran (listening comprehension), cara pengucapan yang akurat atau tepat
(accurate pronunciation), mengenali simbol-simbol ujaran seperti grafik dan kemudian mampu untuk
mewujudkannya kembali ke dalam tulisan. Tujuan lain dari metode ini adalah: (1)
untuk mengontrol pola-pola suara bentuk, dan perintah dalam bahas baru, (2)
mengenali item-item kosakata yang terdapat pola tersebut, (3) arti atau maksud
yaitu agar siswa dapat berbicara dengan bahasa tersebut seperti aslinya.[16]
Selain itu metode ini menuntut siswa untuk aktif
berbahasa di kelas sehingga menghilangkan kejemuan dan membuang rasa takut
berbahasa. Prosedur pengajarannya adalah (menurut Brooks yang dinukil oleh Jack
C. Richards dan Theodore S. Roggers):
1).
Student first hear 2 model
dialogue (either read by teacher orang on tape) containing the key structure
that are the focus of the lesson. They repeat each line of the dialogue,
individually and in chorus. The teacher pays attention to pronunciation,
intonation, and fluency. Correction of mistake of pronunciation orang grammar
is direct and immediate; the dialogue is memorized gradually, line by line. A
line may be broken down into several phrases if necessary. The dialogue is read
a loud in chorus, one half staying on speakers part and the other half
responding. The students do not consult their book through out this phrase.
2).
The dialogue is adapted to the
students interest orang situation through changing certain key words orang
phrases. This is acted out by the students.
3).
Certain key structures from the
dialogue are selected and used as the basis foe pattern drills of different
kind. These are first practiced in chorus and then individually. Some
grammatical explanation may be offered at this point, but this is kept to an
absolute minimum.
4).
The students may be refer to
their text book, and follow up reading, writing or vocabulary activities based
on the dialogue may be introduced, at the beginning level, writing is purely
imitative and consist of little more than copying out sentences that have been
practiced. As proficiency increases, student may write out variations or given
topics with the help of framing question, which will guide their use of the
language.
5). Follow up activities may take place in the language
laboratory, where further dialogue and drill work is carried out.[17]
Maksudnya adalah bahwa prosedur pengajaran
metode audiolingual sebagai berikut :
1). Pertama murid
mendengarkan contoh dialog baik dari guru ataupun dari kaset yang berisi tentang
struktur kata yang berhubungan dengan pelajaran kemudian murid mengulangi
dialog tersebut secara individu kemudian bersama. Guru harus memperhatikan pada
pengucapan, intonasi dan kelancaran bacaannya. Pemberian bisa diberikan secara
langsung dan dialog tersebut dibahas sedikit demi sedikit, baris demi baris.
2). Dialog dipilih sesuai
dengan situasi atau keadaan di mana murid tertarik dengan bacaan tersebut
dengan mengubah sedikit struktur kata yang terdapat di dalamnya.
3). Beberapa struktur
kata dalam dialog tersebut dipilih dan digunakan sebagai dasar untuk digunakan
dalam pola kalimat yang berbeda. Kemudian dipraktekkan secara bersama-sama
kemudian secara sendiri-sendiri. Penjelasan tentang grammar (pola
kalimat) mungkin akan diberikan tapi terbatas.
4). Murid konsentrasi
pada buku teks dan memperhatikan bacaan (temanya) tulisan atau kosakata dalam
bacaan tersebut pada level awal. Menulis sedikit demi sedikit lebih diutamakan
dari pada langsung mengopi kalimat yang telah dipraktekkan. Namun setelah
kemampuan bertambah bisa langsung menulis beberapa struktur kalimat yang
bervariasi yang akan mungkin digunakan dalam berbahasa.
5). Semua aktivitas
tersebut bisa dilakukan dalam laboratorium bahasa di mana dialog dan
bermacam-macam tugas lain yang lebih lengkap ada di dalamnya.
Metode ini bagus untuk dipraktekkan dalam
pengajaran bahasa sebab metode ini memandang bahasa dengan menyeluruh dan
dengan cara yang lebih lengkap, karena metode ini memperhatikan semua kemahiran
berbahasa (mendengar, berbicara, membaca dan menulis).
Demikian beberapa metode pengajaran bahasa
Inggris yang menurut penulis merupakan metode yang efektif dan dapat diterapkan
dalam proses pengajaran bahasa umumnya dan bahasa Inggris khususnya.
d. Sillent Way Method
Karakteristik mengajar dari metode sillent
way adalah siswa mulai belajar bahasanya melalui bangunan dasar dan suara
bahasa. Ini semua diperkenalkan melalui tabel berwarna suara spesifik dari
bahasa. Dengan mengandalkan pada suara yang sudah diketahui dari bahasa asli
mereka, guru tinggal mengarahkan siswa untuk mengasosiasikan suara dari target
bahasa dengan warna khusus yang dimaksud. Kemudian warna yang sama ini
digunakan untuk membantu siswa belajar mengeja yang cocok dengan suara (melalui
tabel kode warna fidel) bagaimana membaca dan mengucapkan kata dengan benar.
Guru harus menciptakan situasi yang dapat
memfokuskan perhatian siswa pada susunan bahasa. Situasi tersebut akan memberi
mereka arahan untuk menangkap arti. Situasi itu sendiri kadang memerlukan
penggunaan penyemangat tapi kadang tidak, itu semua secara typical hanya
melibatkan satu susunan pada satu waktu. Dengan petunjuk tutur minimal siswa
diarahkan memproduksi susunan bahasa. Guru bekerja bersama mereka, berusaha
keras, mengucapkan kata-kata yang dapat dimengerti penutur asli dari bahasa
target. Guru menggunakan kesalahan siswa sebagai bukti yang dapat menyatakan
mana bahasa yang tidak jelas untuk siswa.
Siswa menerima praktek dengan susunan
bahasa target secara lebih tanpa pengulangan untuk mereka sendiri. Mereka
mendapatkan kebebasan bahasa dengan menjelajah dan membuat pilihan. Guru
bertanya kepada siswa untuk menggambarkan reaksi pada pelajaran atau apa saja
yang telah mereka pelajari. Hal ini akan memberi mereka informasi berharga
untuk guru dan menyemangati siswa agar lebih bertanggung jawab untuk belajar.
Tujuan guru menggunakan sillent way
yaitu karena siswa harus dapat menggunakan bahasa untuk ekspresi diri, untuk
mengekspresikan pikiran, persepsi dan perasaan. Untuk dapat melakukannya,
mereka perlu meningkatkan kebebasan dari guru, untuk meningkatkan kriteria
dalam diri mereka untuk membetulkannya, dengan mengandalkan diri mereka sendiri
mereka akan lebih bebas. Guru harus memberi mereka apa yang benar-benar mereka
butuhkan untuk mendukung pembelajaran mereka.
Peran guru dalam metode ini adalah sebagai
teknisi atau insinyur. Hanya siswa yang dapat melakukan pembelajaran tetapi
guru dapat mengandalkan apa yang telah diketahui oleh siswa, dapat memberikan
bantuan yang diperlukan mereka, memfokuskan persepsi siswa, menekankan kesadaran mereka dan memberikan
latihan-latihan untuk memastikan fasilitas mereka dengan bahasa. Guru harus
merespek otonomi siswa dalam setiap usaha mereka untuk berhubungan dan
berinteraksi dengan tantangan baru.
Sedangkan peran siswa adalah memanfaatkan
apa yang mereka ketahui, membebaskan mereka dari tiap hambatan yang merintangi
dengan memberi perhatian sepenuhnya pada tugas yang diberikan serta secara
aktif mengajak mereka sama-sama menjelajah bahasa. Tak ada seorang pun yang
dapat belajar untuk kita. Menurut Gattegno “belajar adalah tanggung jawab
individu kita.”
Evaluasi dari metode ini yaitu :
Meski guru hampir tidak pernah memberi tes
formal, dia dapat mengukur belajar siswa tiap waktu. Selama mengajar
dihubungkan dengan belajar siswa harus responsif terhadap kebutuhan belajar
yang muncul. Diamnya guru akan membebaskannya untuk berada di antara siswanya
dan waspada akan kebutuhan ini. Kebutuhan tersebut akan jelas bagi guru yang
mengamati perilaku siswanya. Satu kriteria tentang ya tidaknya siswa belajar
adalah kemampuan mereka untuk mentransfer apa yang telah pelajari ke dalam konteks baru.
Guru tidak akan memuji atau mengkritik perilaku siswa karena hal ini akan
mempengaruhi perkembangan kriteria ke dalam diri mereka.. Guru akan
mengharapkan siswanya untuk belajar pada tingkatan berbeda. Dia harus mengacu
pada perkembangan bukan pada kesempurnaan.[18]
e. Desuggestopedia
methods
Metode ini merupakan metode ilustratif
seperti yang disebut Celce-Murcia (1991) sebagai pendekatan afektif humanistik,
suatu pendekatan yang sangat menghargai perasaan siswa. Penemu metode ini
George Lazanov percaya bahwa mempelajari bahasa
dapat dilakukan lebih cepat dari biasanya. Alasan untuk
ketidakefisienannya, Lazanov menegaskan, kami akan mengatur psikologis belajar,
kami takut tidak akan dapat berbuat, karena kami dibatasi ketidakmampuan kami
untuk belajar, sehingga kami akan gagal. Hasilnya kami tidak akan mampu
menggunakan kekuatan mental penuh yang kami miliki.
Karakteristik proses belajar mengajar dari
metode Desuggestopedia adalah materi Desuggestopedic dilakukan di ruang kelas
yang terang dan ceria. Poster tentang grammar dipasang di mana-mana agar dapat
bermanfaat bagi belajar siswa. Poster tersebut diganti setiap Minggu untuk
menciptakan suasana baru dalam lingkungan belajar.
Siswa menyeleksi nama-nama dalam bahasa
target dan memilih jenis-jenis pekerjaan baru. Selama pelajaran mereka
membentuk keseluruhan biografi dengan identitas baru mereka.
Lembar kerja siswa dari buku pegangan yang
berisi dialog panjang (sebanyak 800 kata) dalam bahasa target. Untuk dialog
berikutnya adalah yang diterjemahkan ke dalam bahasa asal siswa. Ada beberapa
catatan untuk kosakata dan grammar yang harus dicetak tebal dalam dialog.
Guru menghadirkan dialog selama dua
bagian, terdiri dari fase utama (fase reseptif). Pada bagian pertama
(bagian aktif) guru membaca dialog, menyesuaikan suaranya dengan ritme
dan titinada musik. Dengan cara ini, seluruh otak (otak kanan dan otak kiri)
siswa menjadi diaktifkan. Siswa mengikuti dialog bahasa target yang dibaca guru
dengan nyaring. Mereka juga ikut mengecek terjemahannya. Bagian kedua adalah
(bagian pasif), siswa mendengarkan dengan tenang ketika guru membaca dialog
pada batas kecepatan normal. Untuk pekerjaan rumah siswa cukup membaca dialog sebelum
mereka tiur, dan lagi ketika mereka bangun pagi berikutnya.
Apa yang mengikuti fase utama kedua (fase
aktivasi) dimana siswa terlibat dalam beragam kegiatan yang didesain untuk
membantu mereka memperoleh fasilitas dari materi baru. Aktivitasnya mencakup
dramatisasi, permainan, menyanyi dan latihan tanya jawab.
Tujuan guru menggunakan Dessugestopesia
adalah guru berharap untuk mengakselerasi proses belajar bahasa asing siswa
untuk berkomunikasi setiap hari. Untuk melakukannya, semua kekuatan mental siswa
dikerahkan..Hal ini dilakukan dengan mensugesti kembali hambatan psikologi
siswa yang membawa mereka pada situasi belajar dan menggunakan teknik untuk
mengaktifkan bagian “paraconscious” otak di bawah kesadaran sepenuhnya.
Peran guru dalam metode ini otoritas di
kelas , agar metode ini berhasil, siswa harus percaya dan menghormati guru.
Siswa akan memperoleh informasi lebih baik dari seseorang jika ada kepercayaan
dan mensugesti betapa mudahnya hal ini untuk kesuksesan mereka.
Ketika siswa mempercayai guru mereka akan
merasa lebih aman. Jika mereka aman mereka akan menjadi lebih spontan dan tidak
malu-malu lagi.
Evaluasi dalam metode ini biasanya
dilakukan pada siswa secara normal melalui aktivitas dalam kelas tidak melalui
tes formal yang akan mengancam suasana rileks yang dianggap esensial untuk
pembelajaran akselerasi .[19]
f.
CLT (Communicative Language Teaching)
Yang dimaksud dengan CLT adalah pengajaran
bahas dengan pendekatan komunikatif seperti dikemukakan oleh Jack C. Richards
dan Theodore S. Rodgers, bahwa: “the communicative approach ia language
teaching starts from a theory of language as communication. The goal of
language teaching is to develop what Hymes (1972) referred to as communicative
competence”.[20]
Pendekatan komunikatif ini lahir bermula dari
pandangan tentang bahasa, bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Menurut Hymes,
teori tersebut menekankan tujuan akhir pengajaran bahasa adalah kemampuan
komunikatif para siswa. Lebih lanjut, Hymes memperjelas bahwa yang dimaksud
mengembangkan kemampuan komunikatif para siswa adalah hal-hal yang harus
diketahui dalam berkomunikasi sehingga mereka mampu memerankan komunikasi
dengan menggunakan bahasa sasaran dengan tepat.
Penekanan pendekatan komunikatif di sini, menurut
para ahli bahasa bertujuan untuk: (1) menjadikan kemampuan komunikatif (communicative
competence) sebagai tujuan pengajaran dalam pengajaran bahasa, (2)
mengembangkan prosedur pengajaran yang menekankan keterkaitan keempat
ketrampilan bahasa. Empat ketrampilan tersebut yaitu: reading (membaca),
grammar/structure (susunan kata), writing (menulis), dan listening
(mendengarkan).
Prosedur pengajaran dengan CLT:
1).
Presentasi dialog
singkat yang didahului dengan motivasi sekitar situasi dalam dialog tersebut.
Contohnya dengan menanyakan pengalaman yang pernah dialami para siswa berkenaan
dengan topik dialog tersebut. Pengajar dapat pula mendiskusikan tentang
orang-orang yang terlibat dalam dialog tersebut, misalnya perannya, settingnya,
pemakaian bahasanya dan lain-lain.
2).
Praktek mengucapkan
ujaran-ujaran yang tepat, baik secara individu, kelompok, seluruh kelas separuh
kelas yang biasanya diperankan oleh pengajar terlebih dahulu.
3).
Pertanyaan berdasarkan
dialog yang dihubungkan dengan pengalaman sehari-hari dilanjutkan dengan
variasi dari pengembangan kelas.
4).
Mempelajari
ungkapan-ungkapan komunikatif yang ada dalam kelas dialog tersebut dikontraskan
dengan pengembangan yang mungkin telah dimiliki oleh para siswa.
5).
Kesimpulan secara umum
tentang fokus penggunaan komunikasi yang ada dalam dialog tersebut baik yang
sering digunakan dalam bahasa lisan ataupun tertulis.
6).
Kegiatan percakapan
yang dilanjutkan dengan percakapan bebas.
7).
Menirukan dialog tanpa
teks di luar kelas yang dapat diperagakan dalam bentuk role-play.
8).
Memberi pekerjaan rumah
tertulis ataupun orally.
9).
Evaluasi dengan bentuk
ungkapan yang diperagakan secara oral.[21]
g. Community Language Learning
Karakteristik dari proses belajar mengajar
dari metode CLL ini adalah siswa secara tipikal memiliki sebuah percakapan yang
menggunakan bahasa asal mereka. Guru membantu mereka untuk mengekspresikan apa
yang ingin mereka kaakan dengan memberi sepotong terjemahan bahasa
target.potongan tersebut direkam, kemudian dipuar, suaranya seperti suara
percakapan ang berubah-ubah, kemudian dibuat transkip percakapan dan terjemahan
dengan bahasa target ditulis dibawahnya. Transkip percakapan akan banyak
membantu siswa. Beragam kegiatan dilakukan seperti (ujian grammar,
pronounciation atau membuat kalimat baru dengan kata-kata dari transkip) agar
siswa dapat lebih menjelajahi bahasa mereka, selama pelajaran siswa diajak
untuk mengungkapkan bagaimana mereka merasakan dan sebaliknya guru memahami
mereka.
Menurut Curran, ada enam elemen yang
eiperlukan untuk pembelajaran nondevensi. Pertama, adalah keamanan, selanjutnya
adalah penyerangan, yang dimaksud Curran adalah bahwa siswa harus diberi
kesempatan untuk menunjukan diri mereka, terlibat aktif dan menginvestadikan
diri mereka dalam pengalaman belajar caranya dengan mengajak siswa melakukan
percakapan mereka sendiri didalam kelas yang kita observasi. Elemen yang ketiga
adalah perhatian, salah satu skill yang diperlukan dalam mempelajari bahasa
kedua atau bahasa asing adalah kemampuan mengikuti banyak faktor secara
serempak. Untuk menjadikan skill ini lebih mudah dipelajari, khususnya pada
permulaan proses belajar, guru harus membantu mempersempit sekup perhatian.
Ingatkan guru tersebut untuk meminta siswa agar siswa tidak mengkopi
transkipnya selama dia menulis dipapan tulis, sebaliknya dia meminta siswa
untuk memperhatikan apa yang ditulisnya dan menambahkan terjemahan apa yang
bisa mereka lakukan untuk melengkapi transkipnya.
Element keempat adalah refleksi yang
terjadi dalam dua cara berbeda selama pelajaran. Pertama ketika siswa
terefleksi pada bahasa saat guru membaca transkip tiga kali. Yang kedua ketika
siswa diminta berhenti dan menadari pengalaman akif yang mereka alami.
Memori asalah element kelima , yaitu
integrasi materi baru yang terjadi dalam
diri secara keseluruhan. Element terakhir adalh diskriminasi yakni membedakan bentuk
bahasa target. Kita melihat ini ketika siswa meminta untuk mendengarkan Human
computer dan berusaha untuk menyesuaikan pronounciation mereka dengan komputer.
Guru yang menggunakan meode CLL
menginginkan agar siswanya belajar
tentang pembelajaran mereka sendiri, untuk ikut bertanggungjawab meningkatkan
hal tersebut, dan untuk belajar bagaimana belajar dari satu orang kelainnya.
Semua hal objektif ini dapat dilakukan dengan cara nondensif jika guru dan
siswa saling melengkapi satu sama lain sebagian individu secara utuh memberi
makna melalui pikiran dan perasaan.
Peran guru dalam metode ini pada dasarnya
sebagai konselor. Ini idak berarti bahwa guru sebagai terapis atau guru
tidak mengajar . Tetapi lebih pada guru menyadari seberapa mengancamkah suatu
situasi belajar yang baru lagi siswa dewasa, sehingga secara skill paham dan
mensuport siswanya agar lebih berusaha keras
untuk menguasai bahasa target. Pada awalnya siswa sangat bergantung pada guru.
Hal itu sangat diakui namun sebagaimana siswa terus belajar mereka menjadi
semakin independen. Metode CLL telah mengidentifikasi lima tahap pada gerakan
ini dari dependensi ke saling interdependensi dari guru pada tahap I, II, dan
III guru fokus tidak hanya pada bahasanya saja, tapi juga bagaimana menjadi suportif.
siswa pada saat belajar dalam tahap IV karena lebih banyak pengamanan siswa
dalam bahasa serta kesiapan untuk mengambil untung dari koreksi, guru dapat
lebih fokus dari akurasi. Perlu dicatat bahwa akurasi selaliu menjadi fokus
meski pada tiga tahap pertama, berkaitan dengan kelancaran kebalikannya pada
bab IV dan V. Evaluasi pada metode ini adalah tidak ada model evaluasi khusus
yang disarankan untuk metode CLL ini, apapun evaluasi yang dilakukan harus
tetap berpegang pada prinsip metode. Ketika sekolah meminta siswa istirahat di
akhir pelajaran, guru merasa pas untuk melaksanakannya. Selain itu tes kelas
buatan guru akan terasa sebagai integratif tes dari pada tes perlahan. Siswa
akan diminta untuk menulis paragraf atau diinterview, dari pada diminta untuk
menjawab pertanyaan yang hanya berkaitan bahasa saat itu (dibandingkan dengan
prosedur evaluasi untuk metode audio lingual). Akhirnya, akan lebih baik guru
untuk memberi semangat siswa agar melakukan evaluasi pribadi untuk lebih
melihat belajar mereka sendiri serta agara lebih sadar terhadap kemajuan
mereka.[22]
h. Total Physical
Response (TPR)
Karakteristik proses belajar mengajar
metode TPR ini adalah tahap pertama dari pelajaran adalah model. Instruktur
memberikan perintah pada beberapa siswa kemudian guru ikut melakukan apa yang
diperintahkannya bersama siswa tadi. Pada tahap kedua siswa mendemontrasikan
bahwa mereka mampu dan paham perintah dengan mengerjakannya sendiri, siswa
lainnya yang mengamati juga mempunyai
kesempatan untuk mendemonstrasikan pemahaman mereka.
Kemudian guru
kembali mengkombinasikan elemen perintahnya agar siswa dapat mengembangkan
fleksibilitasnya dalam memahami ungkapan yang tidak familier. Perintah yang
akan dikerjakan siswa biasanya yang lucu-lucu.
Setelah belajar, agar
dapat merespons perintah secara lisan, siswa belajar untuk membaca dan
menulisnya ketika siswa siap untuk berbicara, mereka menjadi orang yang
melakukan perintah. Setelah siswa mulai berbicara, kegiatan ditambah dengan
permainan.
Guru yang
menggunakan TPR percaya pentingnya membuat siswa menikmati (enjoy) pengalaman
mereka dalam belajar untuk berkomunikasi dalam bahasa asing. Sebenarnya TPR
dikembangkan untuk mengurangi stress yang dirasakan ketika orang mempelajari
bahasa asing dan kemudian mendorong siswa untuk tekun belajar bahasa agar
melampaui batas percakapan.
Untuk
melakukannya, Asher percaya agar dalam belajar bahasa asing didasari cara
bagaimana anak-anak belajar bahasa asli mereka. Peran guru dalam metode ini
bertindak sebagai sutradara bagi perilaku siswa. Siswa sebagai peniru model non
verbal guru. Pada beberapa hal (biasanya setelah sepuluh sampai duapuluh jam)
beberapa akan siap untuk berbicara. Pada point tersebut akan ada latihan peran
dengan individu siswa dengan mengarahkan guru ataupun siswa lainnya.
Evaluasi dari metode ini adalah guru akan
tahu secara langsung apakah siswa paham atau tidak dengan mengamati aksi
mereka. Evaluasi formal dapat dilakukan secara sederhana dengan memberi
perintah individu pada siswa untuk melakukan serangkaian aksi. Ketika siswa
meningkat levelnya, performa mereka dalam melakukan instruksi bisa menjadi
dasar evaluasi.[23]
[1]
Marasudin Siregar, Metodologi Pengajaran Agama,,( Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang,1998), hlm 12
[2]Sudjana,
Metode Dan Teknik Pembelajaran Partisipasi, (Bandung :
Falah Production, 2001), hlm 7
[3]Anton
M. Moelyono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm 580
[4]Winarno
Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1976 ),
hlm 4
[5]Muljanto
Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing Sebuah Tinjauan Dari Segi Metodologi,
(Jakarta ; Bulan Bintaang 1974 ), hlm 8
[6]Ibid.. hlm 8
[7]Jos
Daniel Parera, Linguistik Edukasional Metoddologo Pembelajaran
Bahasa, Analisis Konstruktif Antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa,
edisi kedua ( Jakarta ; Erlangga, 1997), hlm. 41
[8]Ibid
. hlm .42
[9]Moljanto
Sumardi, op.cit. , hlm 11
[10]Ibid.
hlm. 12
[11]
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional Metodologi Pembelajaran Bahasa,
Analisis Konstruktif Antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa, Edisi
Kedua, Jakarta. Erlangga, 1997, hlm. 42
[12]Departemen
Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 (Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Bahasa Inggris sekolah Menengah Pertama Dan Madrasah Tsanawiyah), Jakarta , 2003, hlm. 7
[13]
Diane Larsen-Freeman, Techniques and principles in language teaching, second
edition , (Oxford University Press, New
York , 2000), hlm. 11
[14]
ibid, hlm18
[15]Jack
C. Richard and Thoedore S Rogers, Approaches and Methods in Language Teaching A
description and analysis (Cambridge University Press, New York,1972) hlm.
9-10
[16]Ibid.,
hlm. 52
[17]Jack
C. Richads and Theodore, op. cit., hlm. 51
[18]
Diane Larsen – Freeman, op. cit., hlm. 67
[19]
Diane Larsen-Freeman, op., cit, hlm 81
[20]Hymes
(1972) dinukil oleh Jack C. Richardo dan Theodore S Rodgers, Approacties and
Methods is Language Teaching, A Descriptial and Analysis (Cambridge
University Press, New York. Eight Printing, 1972), hlm. 69
[21]Jack
Richard and Theodore S. Rodgers, op. cit., hlm. 81.
[22] Ibid.,
hlm. 121.
[23] Diane
Larsen-Freeman, op., cit, hlm. 107.