METODE PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

METODE PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS


   A.     Pengertian Metode Dan Macam–Macam Pembelajaran Bahasa.
   1.      Pengertian metode
Dalam memberikan pengertian tentang metode, antara satu ahli dengan ahli yang lain terdapat berbagai macam perbedaan dan variasi. Dalam pengajaran bahasa salah satu segi yang sering disorot orang adalah segi metode. sukses tidaknya suatu program pengajaran bahasa sering kali di nilai dari segi metode yang digunakan sebab metodelah yang menentukan isi dan cara mengajarkan bahasa.
Metode menurut Marasudin Siregar berasal dari perkataan ”Meta” dan “Hodos”, Meta berarti melalui dan Hodos berarti jalan atau cara, jadi metode berarti tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.[1]
Metode menurut Sudjana adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik–baik untuk mencapai suatu maksud. Metode mengandung unsur prosedur yang disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam suatu rencana kegiatan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian bahwa unsur-unsur metode mencakup prosedur, sistematik logis, terencana dan kegiatan untuk mencapai tujuan.[2]
Metode adalah cara yang diatur dan terpikir baik untuk mencapai maksud atau cara kerja yang bersistem untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[3]
14
 
Metode juga berarti cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah sebuah metode dapat disebut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor–faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.[4]
Terlepas dari masalah setuju atau tidak setuju dengan pendapat–pendapat di atas, adalah suatu kenyataan bahwa setiap saat para guru dihadapkan dengan metode “baru” atau diminta meninjau kembali metode yang selama ini dipakai karena ada teori baru atau pendapat baru sebagai hasil penelitian terakhir. Tetapi sayang sekali ajakan untuk mengadakan pembaharuan sering sekali mendapat tentangan- tentangan yang tidak ringan karena adanya perbedaan–perbedaan doktriner dan kesalahpahaman yang terdapat dalam bidang metode mengajar bahasa. Di satu pihak kita melihat metode lama yang tidak mau menerima pikiran–pikiran baru, di lain pihak kita melihat metode baru yang menunjukkan “kebaruannya” dengan serta merta menolak metode lama secara keseluruhan, termasuk ide–ide baik yang ada di dalamnya [5]
Karenanya tidak mengherankan kalau di bidang pengajaran bahasa sering terjadi perubahan–perubahan drastis dari metode A ke metode B, kemudian kembali lagi ke metode A. hal ini dapat terjadi karena ide-ide baru yang seharusnya merupakan pengembangan (development) dan perbaikan (improvement) serta penyempurnaan (perfection) dari ide-ide lama sering kali merupakan penolakan (rejection) terhadap apa yang telah dicapai sebelumnya. Lapangan metode mengajar bahasa jadi seperti mode pakaian, sering berganti ganti. Akibat uni semua, pengertian metode menjadi kabur dan biarpun lapangan pengajaran bahasa sudah berabad–abad adanya, lapangan ini tidak memiliki rujukan yang sistematis.
Peninjauan pengajaran bahasa asing dari segi metodologi dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana metode yang satu berbeda dengan yang lain, apa-apa yang baru dalam metode yang dikatakan baru dan apa–apa yang lama dalam metode yang dikatakan lama. Disamping itu ditinjau pula secara ringkas perkembangan historis pengajaran bahasa di dunia serta berbagai macam metode mengajar bahasa yang pernah diperkenalkan orang.[6]
2.      Pendekatan, Metode dan Teknik
Pendekatan, metode dan teknik merupakan tiga istilah yang sering dipakai dalam bidang pengajaran bahasa. Akan tetapi, terasa perlu untuk menghaluskan pengertian tiga kata tersebut Memang secara awam kita dapat mempergunakannya secara bergantian, tetapi secara teknik istilah perlu kiranya kita coba menyepakati penghalusan pengertian..Edward Anthony, ketua Departemen Linguistic di Universitas Pittsburgh Amerika, telah memberikan satu usul pembedaan tiga istilah ini secara cermat.[7]
Secara profesional konsepsi–konsepsi tentang pengajaran bahasa sudah selayaknya kalau dinyatakan dengan istilah–istilah yang tepat dan dapat disetujui oleh semua pihak yang bergerak dalam bidang yang sama. Dalam rangka mencapai tujuan inilah perlu dibedakan antara istilah pendekatan (approach), metode dan teknik.
a.       Pendekatan
Trio pendekatan, metode dan teknik mempunyai hubungan secara hirarki. Hubungan ini menggambarkan bahwa teknik merupakan suatu hasil dari metode yang selalu konsisten dengan pendekatan. Bagi Anthony pendekatan merupakan suatu aksioma, sesuatu  yang baku, dan tidak dapat lagi di bantah akan kebenarannya. Ia mengatakan: “I view an approach – any approach – as a set of correlative assumptions dealing with the nature of language teaching and learning“. Pendekatan merupakan salah satu latar belakang filosofis mengenai pokok bahasan yang hendak diajarkan.[8]
Approach menyatakan pendirian, filsafat, keyakinan, yaitu sesuatu yang diyakini tetapi tidak mesti dapat dibuktikan. Approach terdiri dari serangkaian asumsi mengenai hakekat bahasa dan pengajaran bahasa serta belajar bahasa. Misalnya saja asumsi dari aural–oral Approach yang menyatakan bahwa bahasa itu adalah apa yang kita dengar dan ucapkan sedangkan tulisan hanyalah representasi dan ujaran. Asumsi yang berhubungan dengan pengajaran dan belajar bahasa, misalnya ialah bahwa aspek menyimak dan bercakap-cakap (listening and speaking) harus diajarkan lebih dulu sebelum aspek membaca dan menulis (reading and writing).[9]
b.      Metode
Metode merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan bahasa, tak ada bagian-bagiannya yang saling bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada asumsi pendekatan. Pendekatan ini bersifat aksiomatik dan metode bersifat prosedural.
Dalam satu pendekatan bisa terdapat banyak metode. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi presentasi/penyajian bahasa teratur bagi para pelajar. Mengajarkan bahasa Inggris kepada orang Indonesia akan berbeda dengan mengajarkan bahasa Inggris kepada orang Cina. Juga tujuan pengajaran bahasa menentukan pula metode dan presentasi pengajaran bahasa, seperti untuk membaca, untuk berbicara lancar, atau untuk terjemahan.
Pendekatan aural-oral biasanya dibarengi dengan metode pengajaran mim-mem dan pattern-practice atau latihan tubian. Dalam pengajaran bahasa kita telah mengenal berbagai macam metode. Prof. Mackey telah mendaftarkan kurang lebih ada 15 macam metode pengajaran bahasa.[10]


c.       Teknik
Teknik merupakan usaha pemenuhan akan metode dalam pelaksanaan pengajaran bahasa dalam kelas. Teknik bersifat implementasionil artinya apa yang sesungguhnya terjadi dalam kelas atau kata muluknya “strategi” untuk mencapai sasaran. Teknik harus konsisten dengan metode dan karena itu tidak boleh bertentangan dengan approach. Teknik ini merupakan satu kecerdikan (yang baik), satu siasat atau satu ikhtisar yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan secara langsung.
Teknik bergantung pada guru, kebolehan pribadi, dan komposisi kelas. Seseorang guru sering malu apabila ia dikunjungi oleh beberapa orang, ia takut bahwa para pengunjung akan salah paham tentang siasat, ikhtiar, dan kecerdikan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya secara langsung.
Umpamanya, untuk menerangkan makna kantuk/ngantuk seorang guru mendemonstrasikan sikap kantuk di dalam kelas. Untuk membedakan bunyi /i/ dari /r/ seorang guru mempergunakan pensil untuk menghalangi lidah menyentuh gusi. Jika lidah menyentuh gusi, maka akan terjadi bunyi /i/.
Laboratorium bahasa, kaset, tape recorder, closed circuit television, fotografi, dan semua peralatan teknik dewasa ini dalam pengajaran bahasa merupakan teknik. Kekompleksian mesin dewasa ini dalam pengajaran bahasa berdasarkan pada metode dan pendekatan yang telah ditentukan.[11]
Pembedaan istilah pendekatan, metode, dan teknik seperti di atas kiranya akan merupakan sumbangan dalam rangka menempatkan bidang pengajaran dan pelajaran bahasa dari tahap eksperimental-empiris menuju tahap ilmiah.

B.      Pengertian Bahasa Inggris, Fungsi dan Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode-Metode Pembelajaran Bahasa Inggris
1.      Pengertian bahasa Inggris
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, membuat keputusan yang bertanggung jawab pada tingkat pribadi dan sosial, menemukan serta menggunakan kemampuan-kemampuan analisis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Pengertian berkomunikasi dimaksudkan adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana.[12]
2.      Fungsi dan tujuan
Dalam konteks pendidikan, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi, dana dalam konteks sehari-hari, sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar informasi serta menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris.
Mata pelajaran bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai berikut:
a.       Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
b.      Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar.
c.       Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antar bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Demikian siswa memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
3.      Ruang lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Inggris meliputi:
a.       Ketrampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
b.      Sub-kompetensi yang meliputi kompetensi tindak bahasa, linguistik (kebahasaan), sosiokultural, strategi dan kompetensi usaha.
c.       Pengembangan sikap yang positif terhadap bahasa Inggris sebagai alat komunikasi.
4.      Macam-macam metode-metode pembelajaran bahasa Inggris
Tiap-tiap pelajaran mempunyai metode atau cara pengajaran tersendiri, disesuaikan dengan pelajaran atau materi yang disampaikan. Dalam pengajaran bahasa Inggris terdapat berbagai macam metode atau cara penyajian atau teknik pengajaran bahasa Inggris, diantaranya adalah;
a.       Metode Grammar-Translation
Metode Grammar translation bukanlah metode baru.Metode ini mempunyai banyak nama, tetapi telah banyak  digunakan oleh guru bahasa selama bertahun-tahun. Dulu metode ini disebut metode klasik sejak pertama kali digunakan  dalam pengajaran bahasa klasik seperti Latin dan Yunani (chastain,1988). Pada awal abad ini, metode ini digunakan untuk membantu siswa dalam membaca dan mengapresiasi literatur bahasa asing.[13]
Menurut guru yang menggunakan metode Grammar-Translation tujuan fundamental mempelajari bahasa asing adalah agar dapat membaca  literatur tertulis dalam bahasa asing tersebut. Untuk melakukannya, siswa perlu mempelajari aturan tata bahasa dan kosa kata dari bahasa yang menjadi target. Sebagai tambahan banyak orang yakin bahwa mempelajari bahasa asing akan membantu meningkatkan otak mereka.
Peran guru dalam metode ini sangat tradisional, guru adalah otoritas di ruang kelas. Siswa melakukan apa yang diperintahkan guru sehingga mereka dapat belajar dari pengetahuan guru.
Karakteristik dari proses belajar mengajar dalam metode Grammar Translation yaitu sesuai diajarkan untuk menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sering kali apa yang mereka terjemahkan adalah materi membaca dalam bahasa target (asing) tentang aspek budaya dari komunitas bahasa target tersebut. Siswa belajar tata bahasa secara deduktif yakni mereka diberi aturan tata bahasa beserta contohnya kemudian disuruh menghafalkannya dan kemudian diminta menerapkan aturan tersebut ke contoh lainnya. Mereka juga mempelajari paradigma tata bahasa sebagai kata kerja konjugasi, mereka menghafal bahasa asli mereka seperti halnya  menghafalkan bahasa target.
Adapun evaluasi metode ini yaitu test tulis diberikan kepada siswa untuk diterjemahkan dari bahasa mereka ke bahasa target, atau sebaliknya. Sering digunakan pertanyaan tentang budaya dari bahasa target atau pertanyaan untuk menerapkan aturan tata bahasa juga banyak digunakan.[14]
b.       Direct methods
Metode pengajaran dengan direct method maksudnya adalah bahwa pengajaran bahas Inggris diberikan langsung dengan menggunakan bahasa target (Inggris). Yaitu langsung menunjuk atau memperlihatkan benda, gambar, langsung dengan bahas aslinya. Sehingga berdampak pada penguasaan vocabulary yang banyak dengan menuntut anak untuk berbicara dalam bahasa target.
Dalam mempraktekkan metode ini harus diperhatikan prinsip-prinsip dan prosedur yang ada, yaitu:
1)       Kelas dibentuk, dibuat atau disituasionalkan dalam bahasa target.
2)       Hanya mengajarkan vocabulary (kosakata) dan kalimat yang digunakan sehari-hari.
3)       Grammar diajarkan secara induktif.
4)       Pengajaran diberikan secara oral/lisan.
5)       Vocabulary diajarkan melalui demonstrasi, menunjukkan objek atau gambar (dengan bahasa asli).
6)       Baik percakapan dan pemahaman bacaan (juga) diajarkan.
7)       Ditekankan pada pembentukan/pengoreksian pronounciation (ucapan) dan grammar (susunan kata).[15]
Metode ini bagus untuk diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris, murid dapat mengembangkan kemampuan dan memperkaya melalui kosakata yang diperolehnya dari percakapan sehari-hari dengan bahasa asli, tanpa harus membuka kamus, sebab bahasa yang dipergunakan dalam metode ini adalah bahasa target.
c.       Audio Lingual
Yakni suatu metode pengajaran bahas yang bertujuan melatih pemahaman pendengaran (listening comprehension), cara pengucapan yang akurat atau tepat (accurate pronunciation), mengenali simbol-simbol ujaran seperti grafik dan kemudian mampu untuk mewujudkannya kembali ke dalam tulisan. Tujuan lain dari metode ini adalah: (1) untuk mengontrol pola-pola suara bentuk, dan perintah dalam bahas baru, (2) mengenali item-item kosakata yang terdapat pola tersebut, (3) arti atau maksud yaitu agar siswa dapat berbicara dengan bahasa tersebut seperti aslinya.[16]
Selain itu metode ini menuntut siswa untuk aktif berbahasa di kelas sehingga menghilangkan kejemuan dan membuang rasa takut berbahasa. Prosedur pengajarannya adalah (menurut Brooks yang dinukil oleh Jack C. Richards dan Theodore S. Roggers):
1).    Student first hear 2 model dialogue (either read by teacher orang on tape) containing the key structure that are the focus of the lesson. They repeat each line of the dialogue, individually and in chorus. The teacher pays attention to pronunciation, intonation, and fluency. Correction of mistake of pronunciation orang grammar is direct and immediate; the dialogue is memorized gradually, line by line. A line may be broken down into several phrases if necessary. The dialogue is read a loud in chorus, one half staying on speakers part and the other half responding. The students do not consult their book through out this phrase.
2).    The dialogue is adapted to the students interest orang situation through changing certain key words orang phrases. This is acted out by the students.
3).    Certain key structures from the dialogue are selected and used as the basis foe pattern drills of different kind. These are first practiced in chorus and then individually. Some grammatical explanation may be offered at this point, but this is kept to an absolute minimum.
4).    The students may be refer to their text book, and follow up reading, writing or vocabulary activities based on the dialogue may be introduced, at the beginning level, writing is purely imitative and consist of little more than copying out sentences that have been practiced. As proficiency increases, student may write out variations or given topics with the help of framing question, which will guide their use of the language.
5).    Follow up activities may take place in the language laboratory, where further dialogue and drill work is carried out.[17]

Maksudnya adalah bahwa prosedur pengajaran metode audiolingual sebagai berikut :
1).    Pertama murid mendengarkan contoh dialog baik dari guru ataupun dari kaset yang berisi tentang struktur kata yang berhubungan dengan pelajaran kemudian murid mengulangi dialog tersebut secara individu kemudian bersama. Guru harus memperhatikan pada pengucapan, intonasi dan kelancaran bacaannya. Pemberian bisa diberikan secara langsung dan dialog tersebut dibahas sedikit demi sedikit, baris demi baris.
2).    Dialog dipilih sesuai dengan situasi atau keadaan di mana murid tertarik dengan bacaan tersebut dengan mengubah sedikit struktur kata yang terdapat di dalamnya.
3).    Beberapa struktur kata dalam dialog tersebut dipilih dan digunakan sebagai dasar untuk digunakan dalam pola kalimat yang berbeda. Kemudian dipraktekkan secara bersama-sama kemudian secara sendiri-sendiri. Penjelasan tentang grammar (pola kalimat) mungkin akan diberikan tapi terbatas.
4).    Murid konsentrasi pada buku teks dan memperhatikan bacaan (temanya) tulisan atau kosakata dalam bacaan tersebut pada level awal. Menulis sedikit demi sedikit lebih diutamakan dari pada langsung mengopi kalimat yang telah dipraktekkan. Namun setelah kemampuan bertambah bisa langsung menulis beberapa struktur kalimat yang bervariasi yang akan mungkin digunakan dalam berbahasa.
5).    Semua aktivitas tersebut bisa dilakukan dalam laboratorium bahasa di mana dialog dan bermacam-macam tugas lain yang lebih lengkap ada di dalamnya.

Metode ini bagus untuk dipraktekkan dalam pengajaran bahasa sebab metode ini memandang bahasa dengan menyeluruh dan dengan cara yang lebih lengkap, karena metode ini memperhatikan semua kemahiran berbahasa (mendengar, berbicara, membaca dan menulis).
Demikian beberapa metode pengajaran bahasa Inggris yang menurut penulis merupakan metode yang efektif dan dapat diterapkan dalam proses pengajaran bahasa umumnya dan bahasa Inggris khususnya.
d.       Sillent Way Method
Karakteristik mengajar dari metode sillent way adalah siswa mulai belajar bahasanya melalui bangunan dasar dan suara bahasa. Ini semua diperkenalkan melalui tabel berwarna suara spesifik dari bahasa. Dengan mengandalkan pada suara yang sudah diketahui dari bahasa asli mereka, guru tinggal mengarahkan siswa untuk mengasosiasikan suara dari target bahasa dengan warna khusus yang dimaksud. Kemudian warna yang sama ini digunakan untuk membantu siswa belajar mengeja yang cocok dengan suara (melalui tabel kode warna fidel) bagaimana membaca dan mengucapkan kata dengan benar.
Guru harus menciptakan situasi yang dapat memfokuskan perhatian siswa pada susunan bahasa. Situasi tersebut akan memberi mereka arahan untuk menangkap arti. Situasi itu sendiri kadang memerlukan penggunaan penyemangat tapi kadang tidak, itu semua secara typical hanya melibatkan satu susunan pada satu waktu. Dengan petunjuk tutur minimal siswa diarahkan memproduksi susunan bahasa. Guru bekerja bersama mereka, berusaha keras, mengucapkan kata-kata yang dapat dimengerti penutur asli dari bahasa target. Guru menggunakan kesalahan siswa sebagai bukti yang dapat menyatakan mana bahasa yang tidak jelas untuk siswa.
Siswa menerima praktek dengan susunan bahasa target secara lebih tanpa pengulangan untuk mereka sendiri. Mereka mendapatkan kebebasan bahasa dengan menjelajah dan membuat pilihan. Guru bertanya kepada siswa untuk menggambarkan reaksi pada pelajaran atau apa saja yang telah mereka pelajari. Hal ini akan memberi mereka informasi berharga untuk guru dan menyemangati siswa agar lebih bertanggung jawab untuk belajar.
Tujuan guru menggunakan sillent way yaitu karena siswa harus dapat menggunakan bahasa untuk ekspresi diri, untuk mengekspresikan pikiran, persepsi dan perasaan. Untuk dapat melakukannya, mereka perlu meningkatkan kebebasan dari guru, untuk meningkatkan kriteria dalam diri mereka untuk membetulkannya, dengan mengandalkan diri mereka sendiri mereka akan lebih bebas. Guru harus memberi mereka apa yang benar-benar mereka butuhkan untuk mendukung pembelajaran mereka.
Peran guru dalam metode ini adalah sebagai teknisi atau insinyur. Hanya siswa yang dapat melakukan pembelajaran tetapi guru dapat mengandalkan apa yang telah diketahui oleh siswa, dapat memberikan bantuan yang diperlukan mereka, memfokuskan persepsi siswa, menekankan  kesadaran mereka dan memberikan latihan-latihan untuk memastikan fasilitas mereka dengan bahasa. Guru harus merespek otonomi siswa dalam setiap usaha mereka untuk berhubungan dan berinteraksi dengan tantangan baru.
Sedangkan peran siswa adalah memanfaatkan apa yang mereka ketahui, membebaskan mereka dari tiap hambatan yang merintangi dengan memberi perhatian sepenuhnya pada tugas yang diberikan serta secara aktif mengajak mereka sama-sama menjelajah bahasa. Tak ada seorang pun yang dapat belajar untuk kita. Menurut Gattegno “belajar adalah tanggung jawab individu kita.”
Evaluasi dari metode ini yaitu :
Meski guru hampir tidak pernah memberi tes formal, dia dapat mengukur belajar siswa tiap waktu. Selama mengajar dihubungkan dengan belajar siswa harus responsif terhadap kebutuhan belajar yang muncul. Diamnya guru akan membebaskannya untuk berada di antara siswanya dan waspada akan kebutuhan ini. Kebutuhan tersebut akan jelas bagi guru yang mengamati perilaku siswanya. Satu kriteria tentang ya tidaknya siswa belajar adalah kemampuan mereka untuk mentransfer apa yang  telah pelajari ke dalam konteks baru.
Guru tidak akan memuji atau  mengkritik perilaku siswa karena hal ini akan mempengaruhi perkembangan kriteria ke dalam diri mereka.. Guru akan mengharapkan siswanya untuk belajar pada tingkatan berbeda. Dia harus mengacu pada perkembangan bukan pada kesempurnaan.[18]
e.       Desuggestopedia methods
Metode ini merupakan metode ilustratif seperti yang disebut Celce-Murcia (1991) sebagai pendekatan afektif humanistik, suatu pendekatan yang sangat menghargai perasaan siswa. Penemu metode ini George Lazanov percaya bahwa mempelajari bahasa  dapat dilakukan lebih cepat dari biasanya. Alasan untuk ketidakefisienannya, Lazanov menegaskan, kami akan mengatur psikologis belajar, kami takut tidak akan dapat berbuat, karena kami dibatasi ketidakmampuan kami untuk belajar, sehingga kami akan gagal. Hasilnya kami tidak akan mampu menggunakan kekuatan mental penuh yang kami miliki.
Karakteristik proses belajar mengajar dari metode Desuggestopedia adalah materi Desuggestopedic dilakukan di ruang kelas yang terang dan ceria. Poster tentang grammar dipasang di mana-mana agar dapat bermanfaat bagi belajar siswa. Poster tersebut diganti setiap Minggu untuk menciptakan suasana baru dalam lingkungan belajar.
Siswa menyeleksi nama-nama dalam bahasa target dan memilih jenis-jenis pekerjaan baru. Selama pelajaran mereka membentuk keseluruhan biografi dengan identitas baru mereka.
Lembar kerja siswa dari buku pegangan yang berisi dialog panjang (sebanyak 800 kata) dalam bahasa target. Untuk dialog berikutnya adalah yang diterjemahkan ke dalam bahasa asal siswa. Ada beberapa catatan untuk kosakata dan grammar yang harus dicetak tebal dalam dialog.
Guru menghadirkan dialog selama dua bagian, terdiri dari fase utama (fase reseptif). Pada bagian  pertama  (bagian aktif) guru membaca dialog, menyesuaikan suaranya dengan ritme dan titinada musik. Dengan cara ini, seluruh otak (otak kanan dan otak kiri) siswa menjadi diaktifkan. Siswa mengikuti dialog bahasa target yang dibaca guru dengan nyaring. Mereka juga ikut mengecek terjemahannya. Bagian kedua adalah (bagian pasif), siswa mendengarkan dengan tenang ketika guru membaca dialog pada batas kecepatan normal. Untuk pekerjaan rumah siswa cukup membaca dialog sebelum mereka tiur, dan lagi ketika mereka bangun pagi berikutnya.
Apa yang mengikuti fase utama kedua (fase aktivasi) dimana siswa terlibat dalam beragam kegiatan yang didesain untuk membantu mereka memperoleh fasilitas dari materi baru. Aktivitasnya mencakup dramatisasi, permainan, menyanyi dan latihan tanya jawab.
Tujuan guru menggunakan Dessugestopesia adalah guru berharap untuk mengakselerasi proses belajar bahasa asing siswa untuk berkomunikasi setiap hari. Untuk melakukannya, semua kekuatan mental siswa dikerahkan..Hal ini dilakukan dengan mensugesti kembali hambatan psikologi siswa yang membawa mereka pada situasi belajar dan menggunakan teknik untuk mengaktifkan bagian “paraconscious” otak di bawah kesadaran sepenuhnya.
Peran guru dalam metode ini otoritas di kelas , agar metode ini berhasil, siswa harus percaya dan menghormati guru. Siswa akan memperoleh informasi lebih baik dari seseorang jika ada kepercayaan dan mensugesti betapa mudahnya hal ini untuk kesuksesan mereka.
Ketika siswa mempercayai guru mereka akan merasa lebih aman. Jika mereka aman mereka akan menjadi lebih spontan dan tidak malu-malu lagi.
Evaluasi dalam metode ini biasanya dilakukan pada siswa secara normal melalui aktivitas dalam kelas tidak melalui tes formal yang akan mengancam suasana rileks yang dianggap esensial untuk pembelajaran akselerasi .[19]
f.        CLT (Communicative Language Teaching)
Yang dimaksud dengan CLT adalah pengajaran bahas dengan pendekatan komunikatif seperti dikemukakan oleh Jack C. Richards dan Theodore S. Rodgers, bahwa: “the communicative approach ia language teaching starts from a theory of language as communication. The goal of language teaching is to develop what Hymes (1972) referred to as communicative competence”.[20]
Pendekatan komunikatif ini lahir bermula dari pandangan tentang bahasa, bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Menurut Hymes, teori tersebut menekankan tujuan akhir pengajaran bahasa adalah kemampuan komunikatif para siswa. Lebih lanjut, Hymes memperjelas bahwa yang dimaksud mengembangkan kemampuan komunikatif para siswa adalah hal-hal yang harus diketahui dalam berkomunikasi sehingga mereka mampu memerankan komunikasi dengan menggunakan bahasa sasaran dengan tepat.
Penekanan pendekatan komunikatif di sini, menurut para ahli bahasa bertujuan untuk: (1) menjadikan kemampuan komunikatif (communicative competence) sebagai tujuan pengajaran dalam pengajaran bahasa, (2) mengembangkan prosedur pengajaran yang menekankan keterkaitan keempat ketrampilan bahasa. Empat ketrampilan tersebut yaitu: reading (membaca), grammar/structure (susunan kata), writing (menulis), dan listening (mendengarkan).
Prosedur pengajaran dengan CLT:
1).    Presentasi dialog singkat yang didahului dengan motivasi sekitar situasi dalam dialog tersebut. Contohnya dengan menanyakan pengalaman yang pernah dialami para siswa berkenaan dengan topik dialog tersebut. Pengajar dapat pula mendiskusikan tentang orang-orang yang terlibat dalam dialog tersebut, misalnya perannya, settingnya, pemakaian bahasanya dan lain-lain.
2).    Praktek mengucapkan ujaran-ujaran yang tepat, baik secara individu, kelompok, seluruh kelas separuh kelas yang biasanya diperankan oleh pengajar terlebih dahulu.
3).    Pertanyaan berdasarkan dialog yang dihubungkan dengan pengalaman sehari-hari dilanjutkan dengan variasi dari pengembangan kelas.
4).    Mempelajari ungkapan-ungkapan komunikatif yang ada dalam kelas dialog tersebut dikontraskan dengan pengembangan yang mungkin telah dimiliki oleh para siswa.
5).    Kesimpulan secara umum tentang fokus penggunaan komunikasi yang ada dalam dialog tersebut baik yang sering digunakan dalam bahasa lisan ataupun tertulis.
6).    Kegiatan percakapan yang dilanjutkan dengan percakapan bebas.
7).    Menirukan dialog tanpa teks di luar kelas yang dapat diperagakan dalam bentuk role-play.
8).    Memberi pekerjaan rumah tertulis ataupun orally.
9).    Evaluasi dengan bentuk ungkapan yang diperagakan secara oral.[21]
g.      Community Language  Learning
Karakteristik dari proses belajar mengajar dari metode CLL ini adalah siswa secara tipikal memiliki sebuah percakapan yang menggunakan bahasa asal mereka. Guru membantu mereka untuk mengekspresikan apa yang ingin mereka kaakan dengan memberi sepotong terjemahan bahasa target.potongan tersebut direkam, kemudian dipuar, suaranya seperti suara percakapan ang berubah-ubah, kemudian dibuat transkip percakapan dan terjemahan dengan bahasa target ditulis dibawahnya. Transkip percakapan akan banyak membantu siswa. Beragam kegiatan dilakukan seperti (ujian grammar, pronounciation atau membuat kalimat baru dengan kata-kata dari transkip) agar siswa dapat lebih menjelajahi bahasa mereka, selama pelajaran siswa diajak untuk mengungkapkan bagaimana mereka merasakan dan sebaliknya guru memahami mereka.
Menurut Curran, ada enam elemen yang eiperlukan untuk pembelajaran nondevensi. Pertama, adalah keamanan, selanjutnya adalah penyerangan, yang dimaksud Curran adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menunjukan diri mereka, terlibat aktif dan menginvestadikan diri mereka dalam pengalaman belajar caranya dengan mengajak siswa melakukan percakapan mereka sendiri didalam kelas yang kita observasi. Elemen yang ketiga adalah perhatian, salah satu skill yang diperlukan dalam mempelajari bahasa kedua atau bahasa asing adalah kemampuan mengikuti banyak faktor secara serempak. Untuk menjadikan skill ini lebih mudah dipelajari, khususnya pada permulaan proses belajar, guru harus membantu mempersempit sekup perhatian. Ingatkan guru tersebut untuk meminta siswa agar siswa tidak mengkopi transkipnya selama dia menulis dipapan tulis, sebaliknya dia meminta siswa untuk memperhatikan apa yang ditulisnya dan menambahkan terjemahan apa yang bisa mereka lakukan untuk melengkapi transkipnya.
Element keempat adalah refleksi yang terjadi dalam dua cara berbeda selama pelajaran. Pertama ketika siswa terefleksi pada bahasa saat guru membaca transkip tiga kali. Yang kedua ketika siswa diminta berhenti dan menadari pengalaman akif yang mereka alami. Memori  asalah element kelima , yaitu integrasi  materi baru yang terjadi dalam diri secara keseluruhan. Element terakhir adalh diskriminasi yakni membedakan bentuk bahasa target. Kita melihat ini ketika siswa meminta untuk mendengarkan Human computer dan berusaha untuk menyesuaikan pronounciation mereka dengan komputer.
Guru yang menggunakan meode CLL menginginkan  agar siswanya belajar tentang pembelajaran mereka sendiri, untuk ikut bertanggungjawab meningkatkan hal tersebut, dan untuk belajar bagaimana belajar dari satu orang kelainnya. Semua hal objektif ini dapat dilakukan dengan cara nondensif jika guru dan siswa saling melengkapi satu sama lain sebagian individu secara utuh memberi makna melalui pikiran dan perasaan.
Peran guru dalam metode ini  pada dasarnya  sebagai konselor. Ini idak berarti bahwa guru sebagai terapis atau guru tidak mengajar . Tetapi lebih pada guru menyadari seberapa mengancamkah suatu situasi belajar yang baru lagi siswa dewasa, sehingga secara skill paham dan mensuport siswanya agar lebih berusaha  keras untuk menguasai bahasa target. Pada awalnya siswa sangat bergantung pada guru. Hal itu sangat diakui namun sebagaimana siswa terus belajar mereka menjadi semakin independen. Metode CLL telah mengidentifikasi lima tahap pada gerakan ini dari dependensi ke saling interdependensi dari guru pada tahap I, II, dan III guru fokus tidak hanya pada bahasanya saja, tapi juga bagaimana menjadi suportif. siswa pada saat belajar dalam tahap IV karena lebih banyak pengamanan siswa dalam bahasa serta kesiapan untuk mengambil untung dari koreksi, guru dapat lebih fokus dari akurasi. Perlu dicatat bahwa akurasi selaliu menjadi fokus meski pada tiga tahap pertama, berkaitan dengan kelancaran kebalikannya pada bab IV dan V. Evaluasi pada metode ini adalah tidak ada model evaluasi khusus yang disarankan untuk metode CLL ini, apapun evaluasi yang dilakukan harus tetap berpegang pada prinsip metode. Ketika sekolah meminta siswa istirahat di akhir pelajaran, guru merasa pas untuk melaksanakannya. Selain itu tes kelas buatan guru akan terasa sebagai integratif tes dari pada tes perlahan. Siswa akan diminta untuk menulis paragraf atau diinterview, dari pada diminta untuk menjawab pertanyaan yang hanya berkaitan bahasa saat itu (dibandingkan dengan prosedur evaluasi untuk metode audio lingual). Akhirnya, akan lebih baik guru untuk memberi semangat siswa agar melakukan evaluasi pribadi untuk lebih melihat belajar mereka sendiri serta agara lebih sadar terhadap kemajuan mereka.[22]
h.      Total Physical Response (TPR)
Karakteristik proses belajar mengajar metode TPR ini adalah tahap pertama dari pelajaran adalah model. Instruktur memberikan perintah pada beberapa siswa kemudian guru ikut melakukan apa yang diperintahkannya bersama siswa tadi. Pada tahap kedua siswa mendemontrasikan bahwa mereka mampu dan paham perintah dengan mengerjakannya sendiri, siswa lainnya yang  mengamati juga mempunyai kesempatan untuk mendemonstrasikan pemahaman mereka.
Kemudian guru kembali mengkombinasikan elemen perintahnya agar siswa dapat mengembangkan fleksibilitasnya dalam memahami ungkapan yang tidak familier. Perintah yang akan dikerjakan siswa biasanya yang lucu-lucu.
Setelah belajar, agar dapat merespons perintah secara lisan, siswa belajar untuk membaca dan menulisnya ketika siswa siap untuk berbicara, mereka menjadi orang yang melakukan perintah. Setelah siswa mulai berbicara, kegiatan ditambah dengan permainan.
Guru yang menggunakan TPR percaya pentingnya membuat siswa menikmati (enjoy) pengalaman mereka dalam belajar untuk berkomunikasi dalam bahasa asing. Sebenarnya TPR dikembangkan untuk mengurangi stress yang dirasakan ketika orang mempelajari bahasa asing dan kemudian mendorong siswa untuk tekun belajar bahasa agar melampaui batas percakapan.
Untuk melakukannya, Asher percaya agar dalam belajar bahasa asing didasari cara bagaimana anak-anak belajar bahasa asli mereka. Peran guru dalam metode ini bertindak sebagai sutradara bagi perilaku siswa. Siswa sebagai peniru model non verbal guru. Pada beberapa hal (biasanya setelah sepuluh sampai duapuluh jam) beberapa akan siap untuk berbicara. Pada point tersebut akan ada latihan peran dengan individu siswa dengan mengarahkan guru ataupun siswa lainnya.
Evaluasi dari metode ini adalah guru akan tahu secara langsung apakah siswa paham atau tidak dengan mengamati aksi mereka. Evaluasi formal dapat dilakukan secara sederhana dengan memberi perintah individu pada siswa untuk melakukan serangkaian aksi. Ketika siswa meningkat levelnya, performa mereka dalam melakukan instruksi bisa menjadi dasar evaluasi.[23]



[1] Marasudin Siregar, Metodologi Pengajaran Agama,,( Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,1998), hlm 12  
[2]Sudjana, Metode Dan Teknik Pembelajaran Partisipasi, (Bandung:  Falah Production, 2001), hlm 7
[3]Anton M. Moelyono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  (Jakarta:  Balai Pustaka, 1989), hlm 580
[4]Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1976 ), hlm 4
[5]Muljanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing Sebuah Tinjauan Dari Segi Metodologi, (Jakarta ; Bulan Bintaang 1974 ), hlm 8
[6]Ibid..  hlm 8
[7]Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional Metoddologo Pembelajaran Bahasa, Analisis Konstruktif Antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa, edisi kedua ( Jakarta ; Erlangga, 1997), hlm. 41
[8]Ibid . hlm .42 
[9]Moljanto Sumardi, op.cit. , hlm 11
[10]Ibid. hlm. 12
[11] Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional Metodologi Pembelajaran Bahasa, Analisis Konstruktif Antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa, Edisi Kedua, Jakarta. Erlangga, 1997, hlm. 42
[12]Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 (Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris sekolah Menengah Pertama Dan Madrasah Tsanawiyah), Jakarta, 2003, hlm. 7
[13] Diane Larsen-Freeman, Techniques and principles in language teaching, second edition , (Oxford University Press, New York, 2000), hlm. 11
[14] ibid, hlm18
[15]Jack C. Richard and Thoedore S Rogers, Approaches and Methods in Language Teaching   A description and analysis (Cambridge University Press, New York,1972) hlm. 9-10  
[16]Ibid., hlm. 52 
[17]Jack C. Richads and Theodore, op. cit.,  hlm. 51 
[18] Diane Larsen – Freeman, op. cit., hlm. 67
[19] Diane Larsen-Freeman, op., cit, hlm 81
[20]Hymes (1972) dinukil oleh Jack C. Richardo dan Theodore S Rodgers, Approacties and Methods is Language Teaching, A Descriptial and Analysis (Cambridge University Press, New York. Eight Printing, 1972), hlm. 69
[21]Jack Richard and Theodore S. Rodgers, op. cit., hlm. 81. 
[22] Ibid., hlm. 121.
[23] Diane Larsen-Freeman, op., cit, hlm. 107.

Subscribe to receive free email updates:

Services